MAKALAH
“STABILITAS”
Disusun
Guna Memenuhi Mata Kuliah Perilaku Organisasi
Dosen
Pengampu : Saifudin,
M.E.
Di
susun Oleh :
Siti Nazilatul Hidayah (63010170277)
PERBANKAN SYARIAH S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
(FEBI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Salatiga, 14 Maret 2019
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 3
C. Tujuan ............................................................................................................................ 3
BAB II ........................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4
A. Pandangan Aliran Monetarist tentang Uang ............................................................. 4
B. Pandangan Aliran Keynesians tentang Uang ............................................................. 6
C. Pandangan Ekonom Austria tentang Uang ................................................................ 8
D. Pemikiran Masudul Alam Choudury tentang Uang ............................................... 11
E. Pemikiran Umer Chapra tentang Uang.................................................................... 13
F. Upaya Stabilisasi Mata Uang Emas (Dinar) Dalam Konsep Ekonomi .................. 15
BAB III .................................................................................................................................... 24
PENUTUP ............................................................................................................................... 24
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 24
B. Saran ............................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stabilitas Sistem Keuangan sesungguhnya belum memiliki definisi
kongkrit yang telah diterima secara nasional maupun internasional. Maka ada
beberapa definisi tentang “Stabilitas Sistem Keuangan” yang pada pokoknya
mengatakan bahwa suatu sistem keuangan atau lembaga keuangan memasuki
tahap yang tidak selalu stabil, dan pada saat sistem tersebut telah menghambat
kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi Stabilitas Sistem
Keuangan yang diambil dari berbagai narasi antara lain :
Sistem keuangan stabil mampu menempatkan sumber dana (keuangan)
dan menyerap anggaran yang terjadi sehingga dapat mencegah adanya
gangguan terhadap kegiatan riil pada sistem keuangan.
Sistem keuangan sangat stabil yaitu sistem keuangan yang kuat dan
tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan
fungsi intermediasi.
Stabilitas sistem keuangan yaitu dimana keadaan dan mekanisme
ekonomi dalam penetapan atau penentuan harga, alokasi dana dan pengelolaan
risiko berjalan dengan baik serta mendukung.
Stabilitas perekonomian adalah prasyarat dasar untuk tercapainya
peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan yang tinggi dan
peningkatan kualitas pertumbuhan. Stabilitas perekonomian sangat penting
untuk memberikan kepastian berusaha bagi para pelaku ekonomi. Stabilitas
ekonomi makro dicapai ketika hubungan variabel ekonomi makro yang utama
berada dalam keseimbangan, misalnya antara permintaan domestik dengan
keluaran nasional, neraca pembayaran, penerimaan dan pengeluaran fiskal,
serta tabungan dan investasi. Hubungan tersebut tidak selalu harus dalam
keseimbangan yang sangat tepat. Ketidakseimbangan fiskal dan neraca
pembayaran misalnya tetap sejalan dengan stabilitas ekonomi asalkan dapat
dibiayai secara berkesinambungan.
Perekonomian yang tidak stabil menimbulkan biaya yang tinggi bagi
perekonomian dan masyarakat. Ketidakstabilan akan menyulitkan masyarakat,
baik swasta maupun rumah tangga, untuk menyusun rencana ke depan,
khususnya dalam jangka lebih panjang yang dibutuhkan bagi investasi.
Tingkat investasi yang rendah akan menurunkan potensi pertumbuhan
ekonomi panjang. Adanya fluktuasi yang tinggi dalam pertumbuhan keluaran
produksi akan mengurangi tingkat keahlian tenaga kerja yang lama
menganggur. Inflasi yang tinggi dan fluktuasi yang tinggi menimbulkan biaya
yang sangat besar kepada masyarakat. Beban terberat akibat inflasi yang tinggi
akan dirasakan oleh penduduk miskin yang mengalami penurunan daya beli.
Inflasi yang berfluktuasi tinggi menyulitkan pembedaan pergerakan harga
yang disebabkan oleh perubahan permintaan atau penawaran barang dan jasa
dari kenaikan umum harga-harga yang disebabkan oleh permintaan yang
berlebih. Akibatnya terjadi alokasi inefisiensi sumber daya. Mengingat
pentingnya stabilitas ekonomi makro bagi kelancaran dan pencapaian sasaran
pembangunan nasional, Pemerintah harus bertekad untuk terus menciptakan
dan memantapkan stabilitas ekonomi makro. Salah satu arah kerangka
ekonomi makro dalam jangka menengah adalah untuk menjaga stabilitas
ekonomi makro dan mencegah timbulnya fluktuasi yang berlebihan di dalam
perekonomian.
Stabilitas ekonomi makro tidak hanya tergantung pada pengelolaan
besaran ekonomi makro semata, tetapi juga tergantung kepada struktur pasar
dan sektor-sektor. Untuk memantapkan stabilitas ekonomi makro, kebijakan
ekonomi makro, melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi baik,
harus didukung oleh kebijakan reformasi struktural, yang ditujukan untuk
memperkuat dan memperbaiki fungsi pasar, antara lain pasar modal dan uang,
pasar tenaga kerja serta pasar barang dan jasa, dan sektor-sektor meliputi
seperti sektor industri, pertanian, perdagangan, keuangan dan perbankan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan aliran monetarist tentang uang?
2. Bagaimana pandangan aliran Keynesians tentang uang?
3. Bagaimana pandangan ekonom Austria tentang uang?
4. Bagaimana pemikiran Masudul Alam Choudry tentang uang?
5. Bagaimana pemikiran Umer Chapra tentang uang?
6. Bagaimana upaya stabilisasi mata uang emas (Dinar) dalam konsep
ekonomi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan aliran monetarist tentang uang.
2. Untuk mengetahui pandangan aliran Keynesians tentang uang.
3. Untuk mengetahui pandangan ekonom Austria tentang uang.
4. Untuk mengetahui pemikiran Masudul Alam Choudry tentang uang.
5. Untuk mengetahui pemikiran Umer Chapra tentang uang.
6. Untuk mengetahui upaya stabilisasi mata uang emas (Dinar) dalam konsep
ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Aliran Monetarist tentang Uang
Apa yang diungkapkan oleh Monetarist sesungguhnya adalah seperti
pandangan Teoristis Kuantitas Uang, yaitu yang berasal dari teori Jean Bodin,
kemudia John Locke, David Hume, David Richardo, John Stuart Mill, lalu
berpuncak pada Irving Fisher dalam periode 1920-an dan 1930-an, dan
kemudian Milton Friedman dalam periode 1960-an dan 1970-an. Teori mereka
yang pokok adalah adanya hubungan antara kuantitas uang dan harga-harga,
dimana money supply merupakan faktor penentu utama tingkat harga.
Namun aliran monetarist (disebut juga Teori Kuantitas Uang Modern)
berpendapat lebih luas lagi, yaitu bahwa perubahan money supply tidak hanya
mempengaruhi tingkat harga, tetapi lebih luas lagi, bahwa dalam jangka
pendek money supply juga merupakan determinan penting yang dapat
mempengaruhi aktivitas perekonomian. Menurut kaum Monetarist, antara
money supply dan GNP terdapat hubungan langsung dan meyakinkan.
Hubungan itu tidak lain adalah monetary velocity yang dapat
ditaksir (predictable). Oleh karena itu, suatu perubahan money supply akan
mengakibatkan perubahan dalam aggregate spending dan GNP dengan jumlah
yang dapat diramalkan. Jika money supply ditingkatkan selama periode
resersi, maka kenaikan spending pertama-tama akan meningkatkan
kesempatan kerja (employment) dan output riil. Sedangkan apabila
perekonomian sudah mendekati full-employment, maka kenaikan GNP (karena
kenaikan money supply) akan disertai kenaikan harga-harga.
Dalam pembahasan tentang permintaan uang oleh masyarakat,
Monetarist sangat menitik beratkan perhatian pada permintaan uang untuk
tujuan transaksi. Permintaan akan uang masyarakat itu dirumuskan sebagai
suatu fraksi tertentu dari penghasilan mereka (Md = kY), suatu kenaikan
money supply akan meningkatkan Y (GNP), kenaikan Y ini baru akan
berhenti apabila money demand = money supply (Md = Ms). Jadi income akan
terus meningkat sampai seluruh kenaikan money suppl y diserap ke dalam
kenaikan permintaan uang untuk transaksi (transaction demand). Dalam
hubungan ini, monetarist sama sekali tidak menyinggung pengaruhnya
terhadap tingkat bunga.
Oleh karena Md = kY, maka Md akan sama dengan Ms hanya bila
income sama dengan sutu fraksi tertentu yang dikalikan dengan money supply
(Y= 1/k Ms). Factor pengali (1/k) ini tidak lain adalah velocity of money (V).
Velocity ini akan tetap konstan selama k tidak berubah.
Pendangan kaum monetarist meneganai volecity ini sangat kaku
(inflexible), yakni bahwa factor V itu tidak berubah alias konstan. Yang perlu
ditekankan hanyalah bahwa velocity itu dapat diramalkan. Tapi belakangan
sebagian besar kaum monetarist hanya menekankan bahwa velocity itu
mestinya dapat diramalkan, dan tidak perlu kosntan. Dengan kata lain, jika
money supply meningkat, maka GNP juga akan naik dengan jumlah yang
dapat diketahui, karena permintaan akan uang mempunyain hubungan yang
meyakinkan dengan GNP. Permintaan akan uang mungkin saja tergantung
kepada tingkat bunga, tetapi hubungan seperti itu adalah stabil
dan predictable. Situasi yang ideal bagi bank sentra adalah suatu velocity yang
stabil, ataupun kalau berubah, perubahan itu terjadi perlahan-lahan dan dapat
diramalkan selama periode waktu tertentu. Ini merupakan asumsi utama aliran
Monetarist. Jika misalnya velocity itu stabil atau predictable, maka bank
sentral dapat mempengaruh hampir seluruh spending, yaitu secara sederhana
dengan menyesuaikan money supply terhadap velocity yang diketahui itu.
Dengan demikian, maka kebijaksanaan moeneter saja akan diperlukan dan
cukup untuk mengendalikan seluruh spending.
B. Pandangan Aliran Keynesians tentang Uang
Berbeda dengan kaum Monetarist, kaum Keynesians berpendapat
bahwa money supply mempengaruhi GNP melalui jalur yang tidak lansung
dan tidak meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa velocity tidak stabil
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dijelaskan oleh
Keynesians dengan tiga cara:
1. Katakanlah bank sentral meningkatkan money supply melalui open market
operations (membeli surat berharga pemerintah). Tetapi kanaikan
likuiditas ini tidak dibelanjakan oleh masyarakat, melainkan disimpan di
rumah (hoarding). Memang, money supply naik, tetapi GNP tidak
berubah. Maka velocity turun, inilah yang disebut likuiditi trap.
2. Perubahan money supply itu tidak akan memengaruhi GNP apabila pada
saat yang sama terjadi perubahan permintaan akan uang. Di sini
Keynesians menggunakan fungsi money demand yang tergantung juga
pada tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan memengaruhi
permintaan investasi dan income kalau tingkat bunga tidak berubah, maka
investasi dan GNP tidak akan berubah. Misalnya, terjadi kenaikan money
supply. Tapi apabila diimbangi oleh kenaikan money demand, dengan cara
dan jumlah tertentu, maka tingkat bungan tidak akan berubah, sehingga
GNP juga tidak berubah.
3. Katakanlah seperti anggapan monetarist bahwa masyarakat tidak ingin
memegang kelebihan uang dalam bentuk kas. Maka apabila ada tambahan
uang kas (karena peningkatan money supply), kelebihan itu akan segera
dibelanjakannya. Dalam dunia monetarist, kelebihan uang ka situ akan
dibelanjakan (oleh masyarakat) untuk asset riil (barang dan jasa), karena
itu secara lansung meningkatkan GNP. Tetapi dalam dunia Keynesians,
masyarakat akan membelanjakan kelebihan uang ka situ untuk assets
finansiil: harga harga surat berharga itu akan naik, dan tingkat bunganya
turun. Tetapi GNP masih belum terpengaruh. Nah, kalau turunnya tingkat
bunga itu bisa mendorong pengusaha ataupun konsumen meningkatkan
keinginan meminjam dana, dan lalu dibelanjakan untuk barang dan jasa,
barulah GNP akan naik. Jadi menurut Keynesians, jalur money supply
memengaruhi GNP itu tidak lansung dan tidak pasti.
Itulah sebabnya Keynesians menggambarkan hubungan antara uang
dan tingkat bunga. Sedangkan monetarist menggambarkan hubungan antara
uang dan income. Keynesians sangat menekankan motif spekulatif dalam
memegang uang, sedang monetarist lebih menekankan motif transaksi.
Jadi kesimpulan pandangan utama Keynesians ialah : perubahan
money supply hanya dapat memengaruhi aggregate spending dan GNP,
apabila pertama tama tingkat bunga berubah, dan kemudian hanya juka
business spending atau consumers spending sensitive terhadap perubahan
tingkat bunga itu.
Menurut Monetarist sumber kestabilan perekonomian adalah: tingkat
harga. Jika, misalnya, konsumsi dan investasi tidak naik cukup cepat untuk
mengimbangi turunnya investment spending semula, maka unemployment
yang terjadi akan menurunkan harga harga. Suatu stok uang yang tetap dengan
harga harga yang lebih rendah berarti money supply rill yang lebih besar. Ini
akan merangsang ‘spendin’ secara lansung melalui teori kuantitas.
Sedangkan menurut Keynesians, money supply rill yang lebih besar ini
akan menurunkan tingkat bunga, dan investment spending selanjutnya masih
akan tetap naik. Menurut Keynesians, respon terhadap price effect ada dua:
a. Harga harga jarang sekali turun
b. Spending effect terlalu lambat berjalur untuk mencapai full
employment.
Analisis Keynesians dalam kaitannya dengan kebijaksanaan bank
sentral adalah menitikberatkan pada kredit.
Menurut Keynesians, uang itu tidaklah begitu penting sampai
perjalanannya hingga ketangan spender yang potensial. Transaksi pinjam
menimjam mungkin diperlukan untuk emnimdahkan uang dari pemegangnya
(pemegang uang nganggur) karena para peminjam (borrower) yang
membutuhkannya untuk dibelanjakan.
Monetarist menolak pandangan di atas. Menurut mereka, setiap orang
yang memegang uang adalah bertindak pula sebagai spender. Jadi yang perlu
diperhatikan adalah uang, dan uang itu memengaruhi GNP secara lansung.
C. Pandangan Ekonom Austria tentang Uang
Terhadap kenyataan adanya inflasi, krisis perbankan dan krisis
ekonomi, para pemikir ekonomi dari Austria menyalahkan penggunaan fiat
money sebagai penyebab utama terjadinya berbagai macam krisis tersebut.
Mereka mengusulkan diterapkannya 100% reserver gold standard. Para
ekonom Australia beranggapan bahwa system ini lebih superior dibandingkan
dengan system fiat money yang ada. Karena dapat mencegah terjadinya inflasi
dan memelihara kestabilan harga-harga secara umum.
Sistem gold
standard sudah menggantikan sistem Bimatallisme yang digunakan oleh
imperium Roma dan imperium Persia serta Negara-negara di dunia sampai
pertengahan abad ke-19.
Para ekonom Australia berpendapat bahwa dengan menggunakan fiat
moneypemerintah dengan bebas akan dapat mencetak uang tanpa
mempertimbangkan kebutuhan dari transaksi di sector riil. Di samping itu,
pencetakan uang akan ,enghasilkan bagi otoritas moneter. Hal tersebut sesuai
dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑓𝑎𝑚 𝑟𝑓𝑤𝑓𝑜𝑣𝑓 𝑔𝑟𝑝𝑛 𝑞𝑟𝑖𝑜𝑢𝑖𝑜 𝑛𝑝𝑜𝑓𝑧 =
(𝑀𝑡
− 𝑀𝑡−1
𝑃
𝑡
= 𝜇𝑦
𝑀𝑡−1
𝑃
𝑡
ITEMS MONETARIST KEYNESIANS
Velocity of money Predictable dan (agak)
Konstan
Tidak konstan dan
Unpredictable
Ms GNP a. Predictable
b. langsung:Ms
Ms GNP
a. unpredictable
b. tidak langsung :
Ms tk.bunga GNP
Diagram a. absis : uang
b. ordinat : income
a. absis : uang
b. ordinat : tk. Bunga
Harga uang (dipasar uang)
*tingkat harga umum *tingkat bunga
Fungsi Md Stabil Tidak stabil
Ms tingkat bunga
Jk. Pendek :
Jk. Panjang :
Tk. Bunga turun
Tk. Bunga naik
Tk. Bunga turun
a. tergantung pada
sensitivitas GNP
b. Umumnya : turun,
karena:
1. periode interim
cukup panjang
2. adanya wealth
effect
Uang atau kredit Uang Kredit
Definisi uang M1, tapi akhirnya juga
M2 dan M3
Menggolongkan setiap
ukuran tunggal
monetary policy
Kebijaksanaan yang
Disarankan
Moneter Fiscal
Dimana µ yang tinggi akan menyebabkan tingkat tingkat inflasi ( π )
yang tinggi, sehingga implikasinya adalah suatu nilai nominal yang lebih
tinggi pula dari tingkat suku bunga (R = r + π ). Oleh karena itu, tingkat
pertumbuhan uang yang tinggi akan menghasilkan tingkat pajak yang lebih
tinggi pula dari pajak memegang uang (tax for holding money).
Para ekonom Australia mempunyai sudut pandang yang lebih radikal
dibandingkan dengan para ekonom monetaris maupun Keynesians dalam
melihat inflasi. Ekonom Austria mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan
dari volume money suplay. Adapun harga-harga yang meningkat yang terjadi
setelah peningkatan money suplay merupkan konsekuensi dari inflasi, meski
bukan merupakan inflasi itu sendiri. Jika inflasi adalah peningkatan money
suplay, maka penyebab inflasi adalah pencetakan uang oleh pemerintah untuk
membiayai anggaran deficit dan penciptaan kredit oleh system fractional
reserve banking. Peningkatan money suplay tanpa diimbangi dengan
peningkatan cadangan emas atau commodity money lainnya akan memberikan
efek yang harmful terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu ekonom
Australia, Ludwig Von Mises bahkan berpendapat bahwa penciptaan kredit
melalui fractional reserve lending oleh perbankan mirip dengan pencetakan
uang. Hanya cara uang tersebut masuk ke dalam sirkulasi yang berbeda
…………………” by lowing the interest rate they charge, banks can intensify
the demand for credit. Then, by satisfying this demand,they can increase the
quantity of fiduciary media in circulation”.
Cara mengatasi seignorage dan penciptaan kredit oleh perbankan,
menurut ekonom Austria, adalah dengan menggunakan kombinasi antara
100% reserve dan standart emas. Dengan demikian,ekspansi kredit besarbesaran oleh system perbankan akan dapat dieliminir. Dengan membuat
uang convertible terhadap emas akan mengakhiri terjadinya inflationary
government policies karena peningkatan kuantitas uang harus diimbangi
dengan kenaikan cadangan emas. Di sisn musti dicatat, bahwa tingkat harga,
secara umum, tidak akan stabil 100%. Karena mencapai tingkat harga yang
“super stabil” adalah tidak mungkin, yang menurut ekonom Austria sendiri hal
ini merupakan tindakan yang unnecessary.
Terdapat dua keuntungan lain dari rendahnya tingkat inflasi dalam
system 100% reserve gold standard. Yang pertama adalah rendahnya tingkat
suku bunga, ini tidak disebabkan karena bank sentral merendahkan suku
bunga, namun karena peminjam uang menanggung risiko yang lebih keci
dalam system ini. Jika tingkat suku bunga masih merefleksikan kelangkaan
modal, maka naik turunnya siklus bisnis akan dapat dihindari, sehingga
pertumbuhan ekonomi akan sustainable.
Keuntungan kedua dengan diterapkannya 100% reserve gold standard,
menurut ekonom Austria adalah akan membatasi keleluasaan pemerintah
untuk menerapkan anggaran defisit. Karena dengan system ini, pemerintah
mau tidak mau harus melakukan anggaran berimbang. Dalam system ini,
seluruh program pemerintah harus didanai dengan menggunakan
pola taxation, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ekonom Austria juga menambahkan, selain beberapa keuntungan
diatas, aka nada keuntungan lain yang akan diperoleh pemerintah suatu
Negara jika system tersebut diterapkan oleh banyak Negara didunia, yakni
meningkatnya perdagangan internasional, ini disebabkan risiko kurs nilai tukar
akan dengan sendirinya tereliminir.
D. Pemikiran Masudul Alam Choudury tentang Uang
Chaundury melakukan analisis ekonomi moneternya berdasarkan
teori endogeneos money,ia berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan
stabil ketika ditunjang oleh sistem 100% reserve. dalam analisis berikut ini
akan diperlihatkan bagaimana hubungan antara sektor riil dengan moneter
dalam teori endogenous money. Kuadran pertama, menjelaskan hubungan
antara currency value of spending (C) yang merupakan representasi dari
volume sektor moneter dengan real value spending (yang merupakan
representasi dari sektor riil). Dalam diagram satu inilah dapat dilihat
bagaimana keseimbangan antara sektor riil dengan moneter. Mekanisme
terbentuknya keseimbangan tersebut merupakan output dari keterkaitan antara
kuadran pertama dengan dengan ketiga kuadran lainnya. Kuadran kedua,
menerangkan hubungan antara real value of spending (P.Q) dengan rate
value profit (P). Dari kesemua hubungan kuadran kedua merupakan kuadran
yang paling utama, karena dalam kuadran inilah dapat dilihat perbedaan antara 2
keseimbangan umum dalam ekonomi islam dengan ekonomi
konvensional. rate of profit (P) dan interest rate (r) dalam kedua sistem
ekonomi baik islam maupun konvensional masing-masing dijadikan sebagai
intermediation instrument antara sektor riil dengan sektor finansiil. Perbedaan
akan terlihat bagaimana hubungan suku bunga dengan real value of
spending dalam kurva IS ekonomi konvensional bila di bandingkan dengan
hubungan antara rate of profi t(P) dan real value of spending (P.Q) yang
berbanding lurus. Rate of profit (P) berhubungan linier positif terhadap real
value of spending artinya apabila dalam suatu perekonomian nilai rate of
profitmeningkat maka akan diikuti secara proporsional peningkatan real value
of spending .Kuadran ketiga menggambarkan hubungan antara rate of profit
dengan harga (p). Akhirnya pada diagram empt digambarkan bagaimana
hubungan antara price (p) dengan currency value of spending (C). hubungan
antara rate of profit dengan harga dapat dijelaskan dari fenomena naik
turunnya harga. dalam teori endegenous money-nyaChoundry, naik turunnya
harga disebabkan karena pergerakan aggregate demand. Lebih spesifik
lagi,pergerakan AD ini semata-mata karena perubahan di sektor riil dan
bukannya sektor moneter. Karena kenaikan harga disebabkan oleh perubahan
dalam real value of spending (P.Q) sedangkan rate of profit berbanding lurus
dengan real value of spending(P.Q) maka secara tidak langsung dapat
dikatakan bahwa perubahan harga dapat disebabkan karena perubahan
pada rate of profit (P), dan keduanya akan berhubungan positif seperti yang
terlihat dalam kuadran ketiga.
Dalam kuadrat empat, diterangkan bagaimana keseimbangan
dalam financial sectorterbentuk. Hubungan yang terjadi dalam kuadran empat
dipengaruhi oleh hubungan yang terjadi pada kuadran kedua, hal ini dapat
dijelaskan karena islam menghendaki currency value of spending adalah
representasi dari real value of spending. sedangkan harga adalah biaya
moneter yang berfungsi untuk menyeimbangkan antara volume sektor riil
dengan sektor finansiil. Maka semakin besar volume sektor riil akan
berdampak pada penembahan di sektor finansiil. Maka sektor riil berhubungan
positif dengan tingkat harga (p), dalam diagram ketiga , maka harga juga akan
berhungan secara positif dengan besarnya aktivitas atau volume dalam sektor
moneter. Dalam diagram empat terlihat bagaimana harga dibanding lurus
dengan currency value of spending. Kalau kita perhatikan, pemikiran
Choundry, dengan endogenous money dan 100% reserve, sangat mirip dengan
pemikiran ekonon Austria.
E. Pemikiran Umer Chapra tentang Uang
Ekonomi dalam pandangan Islam bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi
merupakan kebutuhan bagi manusia dan sarana yang lazim agar bisa hidup
dan bekerja untuk mencapai tujuan yang tinggi (sebagai hamba Allah yang
sholeh), sehingga ekonomi hanya merupakan sarana penunjang bagi
pelakunya dan menjadi pelayan bagi aqidah dan risalah yang diyakini.
Hal ini yang menjadi dasar pertimbangan bagi para pakar ekonomi Islam agar semua
kegiatan perekonomian selalu sesuai dengan koridor Islam, seperti kebijakan
moneter, pengembangan moneter, dan lain-lain.
Menurut Chapra, terdapat tiga sumber pengembangan moneter dalam
rangka menjamin pertumbuhan moneter yang cukup dan tidak berlebihan. Dua
diantaranya bersifat domestic yaitu pembiayaan deficit Negara dengan
meminjam dari bank sentral dan pengembangan deposit dengan cara
menciptakan bank-bank kredit komersial.
Dalam rangka mencapai stabilisasi, Chapra mengusulkan beberapa
instrument kebijakan moneter berikut ini:
Md = f (Y, S, µ), dimana
Y = barang dan jasa yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan. Dan
investasi produktif yang selaras dengan nilai islam
S = nilai-nilai moral dan social (termasuk zakat) yang nantinya akan 14
Dengan menggunakan formula dasar Keynes, permintaan akan uang
versi Chapra adalah sebagai berikut:
1. Target Pertumbuhan Pada M dan M0
Secara berkala, bank sentral harus menetapkan pertumbuhan
penawaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional, termasuk
pertumbuhan ekonomi yang dapat dipertahankan dan stabilitas dalam nilai
uang. Untuk membantu tujuan diatas, bank sentral harus membuat total
M0, sebagian diperuntukkan bagi pemerintah dan sebagian lain untuk
bank-bank komersial dan lembaga-lembaga khusus keuangan. M0 yang
diperuntukkan bagi pemerintah, harus berupa pinjaman tanpa bunga guna
memungkinkan pemerintah membiayai proyek-proyek sosialnya, termasuk
penyediaan perumahan, fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi kalangan
miskin.
M0 yang disediakan untuk bank komersial, terutama dalam bentuk
pinjaman mudharabah, harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai
instrument kualitatif maupun kuantitatif utama untuk mengendalikan
kredit.
2. Public Share of Demand Deposit
Dalam jumlah tertentu, demand deposit bank-bank komersial,
katakanlah maksimum sampai 25%, harus diserahkan kepada pemerintah
guna memungkinkannya membiayai proyek-proyek yang secara social
menguntungkan, sementara system bagi hasil belum dimungkinkan.
Jumlah ini diluar yang telah diberikan kepada pemerintah oleh bank
sentral dalam rangka memperoleh landasan keuangan (M0). Ada tiga alas
an pendukung ide ini. Pertama, bank komersial bertindak sebagai agen
Negara dalam memobilisasikan dana macet dalam masyarakat. Kedua, the
berpengaruh terhadap proses alokasi dan distribusi sumber daya.
Ini akan berpengaruh terhadap Md yang tidak dipergunakan
untuk conspicuous consumption.
µ = rate of profit. Suku bunga tidak diperkenankan dalam
proses financial intermediation
banks do not pay any return on demand deposits; ketiga, jika deposit ini
diasuransikan sepenuhnya, Negara tidak perlu menanggung risiko.
3. Statutory Reserve Requirement
Bank komersial diharuskan memiliki cadangan dalam jumlah
tertentu, katakanlah 10-20% dari demand deposit mereka dengan bank
sentral. Jumlah cadangan ini bias bervariasi tergantung kepada kebijakan
moneter dari bank sentral.
Rasionalisasi di balik pemberlakuan cadangan hanya terhadap
demand deposit, sebagaimana telah disebutkan berkaitan dengan hakikat
equity deposit mudharabah dalam perekonomian islam. Statutory Reserve
Requirement ini juga akan membantu memberikan jaminan atas deposit
dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank.
4. Credit Ceiling
Perilaku penawaran uang mencerminkan suatu interaksi yang
kompleks dari berbagai sector perekonomian internal maupun eksternal.
Dari sini, kiranya perlu ditetapkan batas kredit yang boleh dilakukan bank bak komersial untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai
dengan target-target moneter. Langkah ini harus dilakukan secara hati-hati,
terutama dalam pengalokasian batas antar bank secara individual agar
tidak mengancam kompetisi yang sehat antar bank itu sendiri.
F. Upaya Stabilisasi Mata Uang Emas (Dinar) Dalam Konsep Ekonomi
Dalam bagian ini yang pertama harus kita kupas adalah makna dari
kestabilan nilai mata uang menurut teori ekonomi. Ini di perlukan karena
keberadaan uang dalam sebuah perekonomian memberikan arti yang penting.
Ketidak adilan dari alat ukur yang diakibatkan adanya instabilitas nilai tukar
uang akan mengakibatkan perekonomian tidak berjalan pada titik
keseimbangan. Hal ini akan semakin mempersulit untuk merealisasiakan
keadilan dalam sosila ekonomi da kesejahteraan social. Ibnu Khaldun
mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu melakukan
pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalan system
yang dianutnya. Stabilitas harga berarti terjaminnya keadilan uang dalam
fungsinya sehingga perekonomian akan relative berada dalam kondisi yang
memungkinkan teralokasinya sumber daya secara merata, terdistribusinya
pendapatan, optimum growth, full employment, dan stabilitas perekonomian.
Menurut teori ekonomi, kestabilan nilai mata uang dapat dibagi kedalam dua
aspek. Pertama, kestabilan nilai mata uang dilihat dari berfluktuatifnya nilai
uang terhadap harga barang dan jasa, yang lebih lanjut kita rasakan dengan
adanya inflasi dan deflasi (kestabilan nilai uang dalam konteks closedeconomy). Kedua, kestabilan nilai mata uang dilihat dari berfluktuatifnya nilai
uang terhadap nilai uang mata uang Negara lain yang lebih lanjut kita rasakan
dengan adanya depresiasi dan apresiasi mata uang (kestabilan nilai uang dalm
konteks open-economy). Segala fenomena tentang uang dari keempat hal
tersebut menjadikan stabilitas nilai mata uang akan terganggu. Selanjutnya ada
baiknya kita menjelaskan kestabilan nilai standard emas (dinar) dilihat dari
dua aspek diatas, yakni aspek closed-economy dan open-economy. untuk
menjelaskan kestabilan nilai standard emas dalam konteks closed-economy,
akan digunakan pendekatan quantity theory of money, sedangkan untuk
menjelaskan kesatbilan dalam konteks open-economy akan dipakai
pendekatan monetarist model.
1. Kestabilan Dinar (Emas) Menurut Quantity Theory of Money
Seperti kita ketahui bersama bahwa dinar dan dirham sudah
digunakan sebagi mata uang sejak sebelum risalah islam diturunkan lewat
rosulullah. Dalam perkembangan selanjutnya Negara-negara didunia tetap
makai standar emas dalam perekonomian internasional. Meskipun waktu
tetapnya tidak dapat dipastikan, namun gold standar ini mulai diterapkan
dalm kurun waktu 1880 sampai dengan 1890. Dalam standard emas ini
mata uang Negara didunia dinilai berdasrkan berapa nilai mata uang
tersebut dalam menghargai emas. misalnya Negara A senilai 0,1 ons emas
dan Negara B senilai 0,2 ons emas, maka 1 unit B senilai dengan dua kali
harga A. dengan demikian, nilai tukar keduanya adalah 1B = 2A. dengan
menggunakan standard emas maka dapt dijelaqskan pula bagaimana
mekanisme keseimbangan neraca pembayaran di setiap Negara yang
selanjutnya akan mempengaruhi tingkat harga secara umum di masingmasing Negara. Berikut ini juga akan terlihat bagaimana perubhan money
supply akan berpengaruh tehadap tingkat harga secara umum, sebagaimana
diutarakan oleh David Hume. Dengan fomulasi MV=PQ
, dimana M
(money supply), V (velocity of money-average number of times each dollar
is spent), P (price level), dan Q (quantity or number of transaction paid for
with money) kita akan melihat bagaimana mekanismenya berjalan. Negara
X yang neraca pembayarannya (selanjutnya akan disingkat akan menjadi
BoP, artinya balance of payment) mengalami deficit pada saat yang
bersamaan akan mengalami ouflow dari emas, ini berarti money
supply juaga ikut berkurang yang selanjutnya akan menurunkan tingkat
harga secara umum (ingat rumusan quantity theory of money diatas).
Sebaliknya, negara Y yang mengalami surplus BoP akan mendapati aliran
masuk emas kedalam Negara tersebuat (artinya money supply ikut naik),
asumsi ceteris paribus dengan formulasi quantity theory of money hargaharga ikut naik juga namun demikian, Negara X yang BoP-nya deficit
akan mengalami kenaikan ekspor secara tajam akibat harga-harga yang
turun, sebaliknya Negara Y yang BoP-nya surplus akan mengalami
penurunan tingkat ekspor akibat kenaikan harga-harga secara umum.
Kondisi kedua Negara yang berkebalikan tersebut mendorong kepada
tercapainya keseimbangan neraca pembayaran dimasing-masing Negara.
Negara X (difisit)
Gold outflow (MS↓, maka p↓, asumsi V dan T tetap), akibat P↓,
maka x↑, sehingga terjadi Gold inflow, kembali equilibrium.
Negara Y (surplus BoP)
Gold inflow (MS↑maka P↑, asumsi V dan T tetap), akibat P↑ maka
x↓, sehingga terjadi Gold outflow, kembali equilibrium.
Dari mekanisme transmisi diatas dapat dipahami mengapa tingkat
harga pada rezim standard emas relative stabil mengingat peningkatan
money supplysangat dibatasi oleh persediaan atau stock emas sehingga
pergerakan harga-harga juga tidak terlalu fluktuastif. Tidak demikian
halnya dengan rezim fiat money. Dalam garik berikut ini akan
diperlihatkan tingkat harga padsa rezim gold standard yang terjadi di
amerika serikat dan inggris.
Dari kedua grafik diatas, tampak bahwa tingkat haarga-harga
secara umum relative stabil dan tidak seluktuatif dibandingkan ketika tidak
lagi menggunakan standard.
Selanjtunya, akan diberikan ringkasan tingkat harga, real out pout
dan pertumbuhan uang di amerika dan inggris pada masa rezim gold
standard, interwar periode dan post word-war II.
Sejarah perang dunia 1 menunjukkan standard emas pada masa itu
berhasil karena menggunakan managed internasional standard dimana
bank central mempunyai peranan dalam mengatur supply emas. Ditambah
lagi dengan adanya pasar uang dan pemusatan internasional
capital dilondon serta penggunaan poundsterling sebgai mata uang kunci
telah berperan penting terhadap berhasilnya sitem standard emas meskipun
cadangan emas yang dimiliki terbatas. Disamping itu adanya kerjasama
antara Negara-negara yang tergabung dalam system managed gold
standard turut menjaga tercapainya kestabilan harga dalam jangka waktu
yang panjang. Artinya system standard emas tidak akan berhasil dalam
mengatasi persisten shocks yang terjadi diluar control Negara yang
bersangkutan jika tidak dilakukan secara bersama. Oleh sebab
itulahfiduciary money standard yang didasrkan atas pertumbuhan moneter
yang terprediksi dan teratur dapat menghasilkan stabilitas tingkat harga
dan output yang lebih baik dari pada kembali pada standard emas. Yang
harus menjadi perhatian sebenarnya adalah begaimana dalam
system fiduciary money, menurut Bordo: “is tu ensure that such a rule is
maintained and taha a commitment be made to the goal of long-run price
stability.”
2. Kestabilan Standar Emas (Dinar) dalam Perspektif Monetarist Model
Dalam perekonomian yang islami, permintaan akan uang
dipengaruhi oleh aggragate output (Y) dan rate of return on investment (r).
Sehingga bisa kita formulasikan sebagai berikut:
M
d
/P = l(r,Y), dimana lr<0 dan lY>0 (1.1)
M merupakan money stock dan P adalah tingkat harga. Bisa kita
lihat bahwa persamaan diatas irip dengan liquidity preference function.
Namun demikian, penggantian komponen i (interest rate) dengan r (rate
of return) mempunyai implikasi yang luas. Salah satunya adalah bahwa
dalam fungsi di tas, uang tidak bersubstitusi dengan interest bearing bond
dan derivatives.
Money supply dapat diformulasikan sebagai berikut:
M
s
= mH (1.2)
m adalah money multiplier dan H adalah high powered money
(based money). Sehingga persamaan money multiplier sebagai berikut:
m = [I+C/D]/Rr + Re C/D] (1.3)
Rr dan Re adalah required reserve ratio dan excess reserves, yang
masing-masing merupakan persentase dari deposits (D). Sedangkan C,
representasi dari currrency dalam peredaran.
High powered money diambil dari neraca bank sentral yang
jumlahnya sama dengan volume kredit domestik dan international reserve.
H = L + F (1.4)
Perlu kita catat bahwasannya money dalam perekonomian dapat
dipengaruhi oleh bank sentral melalui H dan sistem perbankan melalui m.
Sisi aset bank sentral dalam perekonomian yang islami bereda
dengan bank sentral konvensional, karena tidak mengandung interest
bearing bonds. Namun diganti dengan aset finansial yang di back-up oleh
9 Eko Suprayitno. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005). Hlm 198-199.
transaksi riil, yakni Q. Disamping itu, selain mencakup international
reserve (F) juga berstandarkan emas (G). Sehingga high powered money
dalam perekonomian islami sama dengan:
H = Q + F + G (1.5)
Maka money supply dalam perekonomian islami dapat diformulasikan
sebagai berikut:
Ms = m (Q + F + G) (1.6)
Dari persamaan money supply diats, kita bisa melihat bahwa bank
sentral dapat menaikkan besaran money supply dengan cara meningkatkan
salah satu dari ketiga komponen yang ada dalam persamaan tersebut.
Namun demikian, kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit
domestik sangatlah terbatas, tidak demikian halnya dengan sistem fiat
money. Kenapa demikian? Disamping adanya keterbatasan komponen G,
bank sentral tidak bisa menyalurkan uang tanpa adanya transaksi riil di
masyarakat.
Selanjutnya, untuk menentukan tingkat kestabilan nilai tukar, kita
akan menggunakan pendekatan purchasing power parity (PPP). Dengan
paradigma PPP, nilai tukar suatu negara ditentukan oleh rasio antar tingkat
harga dalam negeri dan luar negeri.
E = P/P* (1.7)
E adalah exchange rate (nilai mata uang dalam negeri terhadap
mata uang luar negeri), P harga dalam negeri dan P* harga luar negeri.
Kemudian kita akan menggunakan paradigma perfect capital mobility
untuk mendeskripsikan kondisi interest parity, sebagai berikut:
i = i* + e (1.8a)
di mana i tingkat bunga dalam negeri dan i* tingkat bunga luar negeri, dan
e tingkat ekspektasi depresiasi atas mata uang domestik. Perlu kita catat
disini bahwa rate of return dari foreign asset merupakan penambahan
antara i* dan e.
Dalam perekonomian islami, kondisi return parity-nya adalah:
21
r = r* + e (1.8b)
Mensubstitusikan persamaan (1.7) dan (1.8b) kedalam persamaan
(1.1), kita akan mendapatkan fungsi permintaan uang dalam perekonomian
islami dibawah ini:
M/EP* = l(r* + e,Y), lr*+e<0 dan lY>0 (1.9)
Maka keseimbangan pasar uang (persamaan 1.9 dan 1.6) adalah :
(Q + F G)m/EP* = l(r* + e,Y) (1.10)
Sehingga :
E = (Q + F G)m/P* l(r* + e,Y) (1.11)
Dengan pendekatan monetarist model maka persamaan
keseimbangan nilai tukar dalam standard emas (dinar) bisa kita lihat dalam
persamaan (1.11). dari persamaan tersebut dapat kita lihat bahwa nilai
tukar dalam standard emas (dinar) relatifstabil dibandingkan sistem fiat
money. Ada beberapa keuntungan lainnya, diantaranya adalah:
a. Money supply tidak bisa dinaikkan semuanya sendiri oleh otoritas
moneter karena akan sangat dibatasi oleh cadangan devisa dan
cadangan emadnya, hal ini berpengaruh pada terjadinya kestabilan
nilai tukar yang ujungnya adalah terjaganya nilai uang itu sendiri.
b. Uang yang beredar di masyarakat akan terserap oleh sektor riil
sehingga akan membawa keseimbangan antara sektor moneter
(finansial) dan sektor riil.
c. Kalaupun terjadi apresiasi ataupun depresiasi nilai tukar tetapi
fenoena tersebut seiring dengan prtumbuhan output akibat volume
transaksi di sektor riil.
Namun demikian, menurut ekonom Austria, meskipun bagi mereka
sistem standard emas lebih superior dibanding sistem fiat money, mereka
gagal dalam menjelaskan dua hal. Pertama, bagaimana implikasi ekonomi
dari sistem yang berubah dari fiat money ke gold standard. Kedua, proses
transisi itu sendiri belum bisa dijelaskan oleh mereka. Hal ini menjadi
hambatan tersendiri bagi kembalinya sistem standard emas.
3. Kestabilan Dinar menurut Pandangan Umar Vadillo
Dalam aim Saidi (PIRAC), Ismail Yusanto (SEM Institute), Abdul
Razzaq Lubis (PAID Malaysia), dan tentu saja Umar Vadillo sebagai
sosok yang dianggap penggagas utama kembalinya uang dinar (dalam
artian monetisasi) ke dalam perekonomian.
Menurut kelompok ini, nilai normal dan nilai instrinsik dai mata
uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai noinal mata uang yang
berlaku akan dijaga oleh nilai intrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang,
yaitu emas dan perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata
uang lain. Maka, seberapapun mislanya dolar Amerika naik nilainya, mata
uang dinar akan mengikuti senilai dolar menghargai 4,25 gram emas yang
terkandung dalam 1 dirnar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi
dan non ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi.
Dalam pandangan kelompok ini, dengan menggunakan dinar, akan
terhindar dari inflasi. Penurunan nilai dinar atau dirham, menurut Abdul
Razzak, memang masih akan mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang
menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan (bisa disebut
inflasi emas). Di antaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar.
Tetapi keadaan ini kecil kemungkinannya, karena penemuan emas besarbesaran biassanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi disamping
memakan investasi yang besar, juga waktu yang lama. Tatepi, andaipun
hal ini terjadi, emas temuan itu akan disimpan menjadi cadangan devisa
negara, tidak langsung dilempar ke pasar. Dengan demikian, pengaruh
penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di pasaran bisa ditekan
seminimal mungkin. Di sinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik
umum harusdikuasai oleh negara. Pemaknaan selembar kertas, menurut
Razzak, yang pada dirinya tak bernilai itu, dengan nominal tertentu
katakanlah Rp. 10.000 atau Rp. 50.000 dengan sendirinya menciptakan
alat tukar bagi suatu transaksi yang tidak riil. Jika kita menukar sebuah
rumah, katakanlah senilai R. 100 juta, adakah tukar-menukar ini nyata?
Setarakah, dalam nilainya yang intrisik, antara sebuah rumah dengan
segala bahan banguna yang digunakan untuk itu dengan 2000 potong
kertas yang msing-masing dimaknai sebagai pecahan Rp. 50.000?
bagaimana kalau tiba-tiba lembar-lembar kertas bernominal tertentu itu
dinytakan tidak lagi bernilai, sebagaimana dilakukan oleh Mahathir atas
ecahan 500 dan 1000 ringgit Malaysia, sejak Oktober 1998?
Pandangan kelompok pencinta dinar ini sebenarnya hampir sama
dengan pemikiran ekonom Austria. Namun pandangan pecinta dinar ini
lebih ekstrim lagi karena mereka tidak hanya mensyaratkan adanya standar
emas, namun juga kembali ke bentuk monetisasi emas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aliran monetarist (Teoritisi Kuantitas Uang Modern) berpendapat bahwa
perubahan money supply mempengaruhi tingkat harga, dalam jangka
pendek money supply dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian.
Antara money supply dan GNP terdapat hubungan langsung dan
meyakinkan (monetary velocity dapat ditaksir), sehingga perubahan money
supplymengakibatkan perubahan dalam aggregate spending dan GNP
dengan jumlah yang dapat diramalkan.
2. Kaum Keynesians berpendapat berbedadengan monetarist, mereka
berpendapat bahwa money supply mempengaruhi GNP melalui jalur yang
tidak langsung dan tidak meyakinkan, terutama karena anggapan
bahwa velocity tidak stabil baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang. Kebijaksanaan bank sentral adalah menitik beratkan pada
kredit. Setiap orang yang memegang uang bukanlah spender.
3. Ekonomi Austria berpendapat bahwa dengan menggunakan fiat money
pemerintah bebas mencetak uang (yang akan menghasilkan bagi otoritas
moneter) tanpa mempertimbangkan kebutuhan transaksi di sector riil.
Mereka mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan dari volume money
supply, inflasi disebabkan percetakan uang oleh pemerintah untuk
membiayai anggaran defisit dan penciptaan kredit oleh sistem fractional
reserve banking, dan bisa diatasi menggunakan kombonasi antara 100 %
reserve dan standart emas. Rendahnya tingkat inflasi dalam sistem 100
% reserve gold standard akan mendatangkan banyak keuntungan bagi
pemerintah.
4. Choudury berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan stabil ketika
ditunjang oleh sistem 100 % reserve. Pemikirannya mirip dengan pemikir
ekonomi Austria.
5. Menurut Chapra, terdapat 3 sumber pengembangan moneter dalam rangka
menjamin pertumbuhan moneter yang cukup dan tidak berlebihan, yaitu:
a. Pembiayaan defisit negara dengan meminjam dari bank sentral
b. Pengembangan deposit dengan cara menciptakan bank-bank kredit
komersial
c. Moneterisasi balance of payment surplus
Chapra mengusulkan beberapa instrument kebijakan moneter, yaitu:
a. Target pertumbuhan pada M dan M0
b. Public share of demand deposit
c. Statutory reserve requirement
d. Credit ceiling
6. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu
melakukan pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan
dalam sistem yang dianutnya. Stabilitas harga berarti terjaminnya
keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian relatif stabil.
Untuk menjelaskan kestabilan nilai standard emas (dinar) dapat dilihat dari
2 aspek, yaitu:
a. Kestabilan dinar (emas) menurut Quantity Theory of Money (closedeconomy).
b. Kestabilan standard emas (dinar) dalam perspektif Monetarist Model
(open-economy)
c. Kestabilan dinar menurut pandangan Umar Vadillo, nilai nominal dan
intrlkinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu,
menggunakannya akan terhindar dari inflasi. Pemikiran ini hampir
sama dengan ekonom Austria
B. Saran
Makalah ini mungkin jauh dari kesempurnaan karena yang Maha
Sempurna hanya Allah. Dari makalah ini pembaca bisa mengetahui sedikit
tentang bagaimana perekonomian Indonesia dan bagaimana solusi untuk
menstabilkannya.
Kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun untuk
lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman. 2010. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Raja Persada.
Lubis, Suhrawardi K. dan Farid Wajdi. 2012. Hukum Ekonomi Islam, Jakarta:
Sinar Grafika.
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam
dan Konvensional.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yunus, Jamal Lulail. 2009. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang: UINMalang Press.
https://malqinstitute.wordpress.com/2010/06/23/stabilitas-ekonomi-dalamberbagai-sistem/ Diakses pada tanggal 13 Maret 2019 pukul 15.44